SOLUSI PAJAK INDONESIA ( SOPINDO)

SOLUSI PAJAK INDONESIA ( SOPINDO) :
HADIR DI INDONESIA UNTUK MEMBERIKAN INFORMASI DAN SOLUSI PERPAJAKAN BAGI SELURUH LAPISAN MASYARAKAT

Kamis, 28 April 2011

detikfinance : Deadline SPT Perusahaan, Kantor Pajak Lembur di Hari Sabtu

SEKILAS INFO PAJAK :


Deadline SPT Perusahaan, Kantor Pajak Lembur di Hari Sabtu

detikfinance - Demi menunggu perusahaan melaporkan SPT pajaknya hingga batas akhir di 30 April 2011, seluruh kantor pajak bakal lembur buka hingga Sabtu (30/4/2011). ... (Read more..)



Kamis, 21 April 2011

LAYANAN PAJAK 2011

DIINGATKAN KEMBALI...!

BATAS WAKTU PENYAMPAIAN 
SPT PPH BADAN TAHUN PAJAK 2010
TANGGAL 30 APRIL 2011

COME AND JOIN THIS BLOG
FOR INDONESIAN TAX SOLUTION
sueztika@gmail.com

Rabu, 20 April 2011

detikfinance : Laporan SPT Tinggi, Setoran Pajak Belum Tentu

SEKILAS INFO PAJAK:


Laporan SPT Tinggi, Setoran Pajak Belum Tentu

detikfinance - Jumlah laporan SPT pajak PPh orang Pribadi tahun pajak 2010 meningkat tajam. Namun Dirjen Pajak Fuad Rahmany ragu penerimaan negara meningkat tajam, meski laporan SPT meningkat tajam. ... (Read more..)



Senin, 18 April 2011

PENERIMAAN WIDYAISWARA KEMENTERIAN KEUANGAN 2011

Telah DIBUKA Penerimaan Widyaiswara di Kementerian Keuangan RI tahun 2011.
Bagi yang BERMINAT dan memenuhi Kualifikasi, agar segera mendaftarkan diri ke Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan RI.
Paling Lambat 30 Juni 2011.
Silahkan lihat di sini !!!

Sabtu, 16 April 2011

SOPINDO APRIL 2011 : PERLAKUAN PPN UNTUK PENGUSAHA TOKO EMAS PERHIASAN



I.      PENDAHULUAN
Hampir sebagian besar Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bergerak di bidang penjualan emas perhiasan merupakan pengusaha perorangan atau orang pribadi. Di kalangan pengusaha toko emas perhiasan tersebut telah lama menjadi pemahaman mereka bahwa PPN yang harus dibayar oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan sebesar 10% X 20% X jumlah seluruh penyerahan emas perhiasan atau netonya 2% dari jumlah penyerahan adalah juga merupakan jumlah yang harus dipungut dari Pembeli atau konsumen. Bahkan sering kita temui mekanisme pemungutan melalui penerbitan Faktur Pajak oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan adalah dengan mencantumkan pada baris PPN yang dipungut sebesar 2% dan sampai saat ini juga masih diterapkan.
Seiring dengan dikeluarkannya peraturan perpajakan mengenai perlakuan PPN atas penyerahan oleh pengusaha toko emas perhiasan yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu, para pelaku usaha toko emas perhiasan ini mulai menyadari akan kesalahan praktek pemungutan PPN yang selama ini mereka terapkan. Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba membahas penerapan ketentuan perpajakan yang benar mengenai perlakuan PPN untuk PKP toko emas perhiasan.

II.    DASAR HUKUM DAN PEMAHAMAN DASAR
Sebelum berlakunya PMK No. 79/PMK.03/2010, PKP toko emas perhiasan melandasi usahanya dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 83/KMK.03/2002 tentang PPN atas penyerahan emas perhiasan oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan. Namun PMK no. 79 tersebut tidak serta merta mencabut KMK No. 83 tersebut. Oleh karena itu, kedua ketentuan tersebut masih dapat dijadikan landasan hukum dan penulis dapat mengambil poinnya bahwa KMK-83 tahun 2002 tersebut pada dasarnya lebih banyak mengatur mengenai mekanisme pemungutan dan pembayaran/penyetoran PPN terutang, sedangkan PMK-79 tahun 2010 pada dasarnya mengatur mengenai mekanisme pengkreditan Pajak Masukan oleh PKP toko emas perhiasan dalam rangka kewajiban pelaporan PPN.
Selanjutnya dibawah ini diuraikan beberapa poin yang diatur dalam kedua ketentuan hukum tersebut di atas yakni sbb:
1.    Yang dimaksud dengan Pengusaha Toko Emas Perhiasan adalah orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dibidang penyerahan emas perhiasan, berdasarkan pesanan maupun penjualan langsung, baik hasil produksi sendiri maupun pihak lain, yang memiliki karakteristik pedagang eceran. Perlu ditekankan bahwa PMK-79 kemudian tidak memberikan definisi yang memberikan penekanan hanya pada orang pribadi, sehingga kemungkinan PKP dalam bentuk badan pada era saat ini bisa juga melakukan usaha toko emas perhiasan. PMK-79 hanya menyatakan bahwa PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN.
2.    Emas Perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apapun yang bahannya sebagian atau seluruhnya dari emas dan atau logam mulia lainnya, termasuk yang dilengkapi dengan batu permata dan atau bahan lain yang melekat atau terkandung dalam emas perhiasan tersebut.
3.    Pengusaha Toko Emas Perhiasan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
4.    Atas penyerahan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% dari harga jual emas perhiasan.
5.    Pengusaha Toko Emas Perhiasan yang melakukan penyerahan Emas Perhiasan wajib membuat Faktur Pajak, memungut, dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai yang terutang, serta melaporkannya pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
6.    PKP selain menggunakan mekanisme penghitungan normal PPN terutang melalui Pajak Keluaran dikurangi Pajak Masukan, Pengusaha Toko Emas Perhiasan dapat menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan cara sebagai berikut:

a. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan adalah sebesar 10% X Harga Jual Emas Perhiasan;
b. Jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Toko Emas Perhiasan adalah sebesar 10% X 20% X jumlah seluruh penyerahan Emas Perhiasan.

Ini mengandung pengertian bahwa PPN terutang yang dipungut dari konsumen akhir adalah 10% dari harga jual, namun pembayaran/penyetoran oleh PKP toko emas perhiasan hanya 20% dari pemungutan yang telah dibebankan ke konsumen.
Hal inilah yang membuat kesalahpahaman penerapan oleh kalangan pengusaha toko emas perhiasan dimana mereka beranggapan bahwa pemungutan PPN terutang dari konsumen dapat di-neto-kan menjadi 2% dan langsung disetor ke kas negara dari jumlah tersebut sehubungan tidak diaturnya mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dalam pelaporan SPT PPN-nya.
7.    Di tahun 2010 inilah, perlakuan PPN terutang menjadi lebih jelas dengan diberlakukannya PMK-79 yang mengatur bahwa besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Pajak Keluaran dan dengan demikian PPN terutang yang harus disetor oleh PKP menjadi sebesar 20% dari 10% yang telah dipungut dari konsumen yakni sebesar 2% dari harga jual.
8.    PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan PMK-79 ini tidak dapat membebankan PPN atas perolehan BKP dan/atau JKP (atau Pajak Masukannya) sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan. Dasar pemikirannya adalah bahwa berapapun Pajak Masukan yang telah dibayarkan, untuk PKP toko emas perhiasan sudah dianggap mengkreditkan Pajak Masukannya melalui mekanisme 80% dari Pajak Keluarannya.
9.    PKP toko emas perhiasan hanya dapat menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan sesuai PMK-79 dan tidak diperkenankan menggunakan mekanisme penghitungan PPN normal serta berapapun jumlah peredaran usahanya.

III.   PERLAKUAN PPN DAN METODE PENCATATAN/PEMBUKUAN
Berdasarkan dasar hukum dan dasar pemahaman di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa perlakuan PPN untuk PKP toko emas perhiasan yang benar adalah :
1.    PPN terutang yang dipungut dari konsumen akhir adalah 10% dari harga jual;
2.    Atas Pajak Masukan yang telah dibayar atas perolehan BKP dan/atau JKP, penghitungannya menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan yaitu 80% dari Pajak Keluaran;
3.    PPN terutang yang harus disetor adalah sebesar 20% dari 10% Pajak Keluaran yakni netonya sebesar 2% dari seluruh penyerahan;
4.    Atas Pajak Masukan yang nyata telah dibayar atas perolehan BKP dan/atau JKP tidak dapat dibebankan sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan.
Kalau kita terapkan perlakuan PPN tersebut dalam metode pencatatan/pembukuan, tidaklah menjadi suatu hal yang membingungkan bagi pengusaha toko emas andaikan apa yang telah berlaku umum sesuai PSAK dipakai sebagai metode pencatatan. Pertanyaan yang sering muncul dalam hal ini adalah bagaimana pencacatan untuk Pajak Masukan yang nyata telah dibayar mengingat tidak diperkenankan untuk dibebankan sebagai biaya. Secara umum kalau boleh kita kutip kembali bahwa jika pengusaha menyelenggarakan pembukuan, pajak yang telah dibayar (aktiva pajak kini) pada akhir periode (masa maupun tahunan) akan disandingkan (di-offset) dengan pajak yang menjadi kewajiban pengusaha (kewajiban pajak kini) sehingga netonya akan disajikan di neraca apakah lebih bayar atau kurang bayar. Untuk konsep PPN, Pajak Masukan pada akhir periode akan di-offset dengan Pajak Keluaran yang akan menghasilkan lebih bayar atau kurang bayar dan untuk Pajak Masukan yang tidak berhubungan dengan usaha (Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan), meskipun tidak diatur dalam UU PPN, secara umum dibebankan sebagai biaya di pembukuan pengusaha.
Jadi ketentuan bahwa Pajak Masukan yang nyata telah dibayar tidak boleh dibebankan sebagai biaya bagi PKP toko emas perhiasan, memang seharusnya begitu karena secara umum Pajak Masukan yang seharusnya dikreditkan tersebut (yang dianggap sudah dikreditkan dalam komponen 80% dari Pajak Keluaran), dicatat sebagai aktiva (bukan biaya) dan pada akhir periode disandingkan dengan Pajak Keluaran yang telah dipungut dari konsumen (dalam hal ini full 10% dari harga jual) dikurangkan Pajak Keluaran yang sesuai ketentuan harus disetor sebesar 2% dari seluruh penyerahan, maka apabila netonya terdapat sisa Pajak Keluaran setelah 2% yang menjadi kewajiban telah disetor, atas sisa tersebut selayaknya dicatat sebagai pendapatan lain-lain dalam laporan keuangan.
Misalnya, Pajak Keluaran yang dipungut sebesar Rp. 100.000.000 (1M seluruh penyerahan x 10%PPN) dan Pajak Masukan yang telah dibayar Rp. 70.000.000, sedangkan PPN yang harus disetor adalah sebesar Rp. 20.000.000 (2% dr seluruh penyerahan), maka masih terdapat sisa Pajak Keluaran pada posisi kredit sebesar Rp. 10.000.000 yang selayaknya dianggap sebagai pendapatan lain-lain dalam laporan keuangan, dengan menjurnal balik (sekaligus menghapus komponen PPN dalam neraca) yakni debit sisa Pajak Keluaran pada kredit Pendapatan Lain-lain.
Dasar pemikiran bahwa Pajak Masukan yang dikreditkan hanya 80% dari Pajak Keluaran, menurut penulis mungkin disebabkan bahwa bahan baku utama dalam pembuatan emas perhiasan sebagian besar berasal dari emas batangan yang tidak terutang PPN, dari pada bahan baku yang berasal dari daur ulang emas perhiasan lama, sehingga dianggap bahwa Pajak Masukan toko emas perhiasan tidak akan lebih besar dari Pajak Keluarannya

IV.  PENUTUP
Demikianlah topik yang penulis bahas untuk menjadi bahan pedoman dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan khususnya PPN bagi pengusaha toko emas perhiasan. Disadari pula bahwa pembahasan ini masih jauh dari kesempurnaan dan dimohon sumbangsih pemikiran dan pendapatnya untuk menyempurnakan topik perlakuan PPN untuk PKP toko emas perhiasan ini.

Rabu, 13 April 2011

SOPINDO APRIL 2011 : KONSEP PENGHITUNGAN PAJAK BAGI WANITA KAWIN


I.      PENDAHULUAN
Sering kita jumpai di lingkungan kita sendiri maupun di lingkungan masyarakat permasalahan kewajiban perpajakan bagi wanita yang telah menikah. Pemahaman awal kebanyakan orang mengenai penghitungan pajak untuk wanita menikah/kawin terutama bagi wanita kawin yang memiliki NPWP sendiri (berarti memilih untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri terpisah dari suami) bahwa penghitungan pajaknya dilakukan secara terpisah didasarkan pada masing-masing penghasilan neto yang diperoleh suami maupun istri.
Belakangan ini, pemahaman awal tersebut berubah menjadi kebingungan dan bahkan keresahan sehubungan adanya penekanan ketentuan mengenai penghitungan pajak bagi wanita kawin yang benar menurut Pasal 8 ayat (3) UU PPh. Bagi keluarga yang istrinya sudah terlanjur memiliki NPWP sendiri terpisah dari suami akibat bawaan sebelum menikah atau adanya pendaftaran NPWP yang dilakukan melalui perusahaan tempat wanita tersebut bekerja, akan berakibat timbulnya tambah bayar yang cukup material di saat penghitungan PPh tahunan baik bagi suami maupun istrinya untuk penghasilan dengan jumlah tertentu. Hal ini disebabkan karena penghasilan neto yang dipakai untuk penghitungan pajak bagi keluarga yang istrinya memiliki NPWP sendiri sesuai dengan ketentuan adalah gabungan penghasilan neto suami dan istri.

II.    KONSEP PENGHITUNGAN PAJAKNYA
Untuk lebih jelas pemahaman mengenai penghitungan pajak bagi wanita kawin tersebut, penulis mencoba menguraikan secara sistematis dan sederhana, yakni berdasarkan kondisi sebagai berikut :
1.    Wanita Kawin mempunyai NPWP sendiri
Ada kewajiban bagi istri untuk melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, disamping kewajiban yang telah dilakukan oleh suami.
Ini berarti wanita/istri memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri. Cara penghitungan pajaknya adalah menggabungkan penghasilan neto suami dan istri untuk dikenakan pajak dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-istri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka.
Kondisi ini, sama cara penghitungannya dengan kondisi suami istri yang mengadakan perjanjian pisah harta maupun penghasilan dan tidak lagi melihat  sumber penghasilan istri apakah dari 1 pemberi kerja atau lebih, apakah dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Dalam artian, seluruh penghasilan neto istri yang merupakan objek pajak kecuali penghasilan yang dikenakan pajak final, digabungkan dengan penghasilan neto suami dalam menghitung pajaknya.
Hasil penghitungan pajak melalui penggabungan penghasilan neto suami istri tersebut, dilaporkan di masing-masing SPT Tahunan Orang Pribadi suami maupun istri.
Adapun cara penghitungannya dapar dijelaskan seperti contoh sbb :
Tahun 2010, Tn. Joko (NPWP. 06.564.344.9-012.000) bekerja di PT. Anugerah Bahagia yang memperoleh penghasilan neto sebesar Rp. 60.000.000,00 dengan satus kawin 1 anak. Istrinya, Ny. Soimah (NPWP. 06.566.122.2-012.000) juga bekerja di PT. Gabung Jaya dan memperoleh penghasilan neto selama tahun 2010 sebesar Rp. 40.000.000,- Disamping bekerja, Ny. Soimah juga membuka usaha salon kecantikan yang beromzet Rp. 200.000.000,00 (norma penghasilan neto salon kecantikan 30%).
Cara penghitungan pajak terutangnya adalah :
-       Penghasilan neto Tn. Joko…………….Rp.   60.000.000
-       Penghasilan neto Ny. Soimah:
Ø  Dari PT. Gabung Jaya……...…Rp. ..40.000.000
Ø  Dari usaha salon 
(200.000.000X30%).......................Rp. ..60.000.000
Total penghasilan neto Ny. Soimah...Rp. 100.000.000
-       Total penghasilan neto suami-istri.….Rp. 160.000.000
-       Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/I/1).Rp.  .34.320.000
-       Penghasilan Kena Pajak………………Rp. 125.680.000
-       Pajak terutang:
5%   x Rp. 50.000.000  = Rp.   2.500.000
15% x Rp. 75.680.000  = Rp. 11.352.000
.............................……………………….Rp.   .13.852.000
-       Pajak terutang bagian suami :
  60.000.000   X 13.852.000  =  Rp. 5.194.500
160.000.000
-       Pajak terutang bagian istri :
100.000.000  X  13.852.000  =  Rp. 8.657.500
        160.000.000

Cara pelaporan di SPT tahun pajak 2010:
SPT Tn. Joko:
-       Penghasilan neto………………Rp. 60.000.000
-       PTKP…………………………...(dikosongkan)
-       Penghasilan Kena Pajak……...(dikosongkan)
-       Pajak terutang………………… Rp.  5.194.500
(lampiran penghitungan tersendiri)
-       Pajak yang telah dipotong…….Rp.  2.076.000 
(pemotongan oleh PT benar)
-       Pajak Kurang Bayar…………...Rp. 3.118.500
-       PPh Pasal 25………………….. Rp                0
-       Pajak yg masih harus dibayar..Rp. 3.118.500

SPT Ny. Soimah:
-       Penghasilan neto………………Rp.100.000.000
-       PTKP…………………………...(dikosongkan)
-       Penghasilan Kena Pajak……...(dikosongkan)
-       Pajak terutang………………… Rp.  8.657.500 
(lampiran penghitungan tersendiri)
-       Pajak yang telah dipotong…….Rp.  1.208.000 
(pemotongan oleh PT benar)
-       Pajak Kurang Bayar…………...Rp. 7.449.500
-       PPh Pasal 25………………….. Rp                 0
-       Pajak yg masih harus dibayar..Rp. 7.449.500

           
2.    Wanita Kawin NPWP ikut Suami
Wanita kawin/istri tidak memiliki kewajiban melaporkan SPT sendiri.
a.    Sumber penghasilan istri hanya dari 1 pemberi kerja
Bila istri ikut NPWP suami alias mempunyai NPWP dengan kode cabang suami (3 digit terakhir 999) dan sumber penghasilannya hanya dari bekerja di 1 perusahaan, maka atas penghasilannya tidak digabungkan dengan penghasilan neto suami dalam penghitungan pajak terutang, namun atas penghasilan istri dan pajak yang telah dipotong perusahaan dianggap final dan dilaporkan di SPT Tahunan Orang Pribadi suami di Lampiran III Bagian A angka 15 SPT 1770 atau Lampiran II Bagian A angka 13 SPT 1770 S.
Contoh penghitungannya:
Tahun 2010, Tn. Joko (NPWP. 06.564.344.9-012.000) bekerja di PT. Anugerah Bahagia yang memperoleh penghasilan neto sebesar Rp. 60.000.000,00 dengan satus kawin 1 anak. Istrinya, Ny. Soimah (NPWP. 06.564.344.9-012.999) juga bekerja di PT. Gabung Jaya dan memperoleh penghasilan neto selama tahun 2010 sebesar Rp. 40.000.000,-
Cara penghitungan pajak terutangnya dan pelaporan di SPT suami adalah :
SPT Tn. Joko:
-       Penghasilan neto………………Rp. 60.000.000
-       PTKP (K/1)…………………….....Rp. 18.480.000
-       Penghasilan Kena Pajak……....Rp. 41.520.000
-       Pajak terutang………………….. Rp.  2.076.000 
(lampiran tersendiri penghitungan)
-       Pajak yang telah dipotong……..Rp.  2.076.000 
(pemotongan oleh PT benar)
-       Pajak Kurang Bayar…………....Rp.              0
-       PPh Pasal 25…………………..  Rp               0
-       Pajak yg masih harus dibayar...Rp.              0
(Penghasilan bruto istri dan pajak terutangnya dilaporkan di lampiran penghasilan yang dikenakan pajak Final)

b.    Sumber penghasilan istri lebih dari 1 pemberi kerja dan/atau punya kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Bila istri ikut NPWP suami alias mempunyai NPWP dengan kode cabang suami (3 digit terakhir 999) dan sumber penghasilannya dari bekerja di lebih dari 1 perusahaan dan/atau mempunyai kegiatan usaha/pekerjaan bebas, maka atas penghasilannya digabungkan dengan penghasilan neto suami dalam penghitungan pajak terutang dan hampir sama penghitungannya dengan kondisi istri memiliki NPWP sendiri, namun pelaporannya tetap di 1 SPT yaitu SPT suami (bukan lampiran tersendiri)
Contoh penghitungannya:
Tahun 2010, Tn. Joko (NPWP. 06.564.344.9-012.000) bekerja di PT. Anugerah Bahagia yang memperoleh penghasilan neto sebesar Rp. 60.000.000,00 dengan satus kawin 1 anak. Istrinya, Ny. Soimah (NPWP. 06.564.344.9-012.999) juga bekerja di PT. Gabung Jaya dan memperoleh penghasilan neto selama tahun 2010 sebesar Rp. 40.000.000,- Disamping bekerja, Ny. Soimah juga membuka usaha salon kecantikan yang beromzet Rp. 200.000.000,00 (norma penghasilan neto salon kecantikan 30%).
Cara penghitungan pajak terutangnya dan pelaporan di SPT suami adalah :
SPT Tn. Joko:
-       Penghasilan neto:
Penghasilan neto suami…………………Rp.  60.000.000
Penghasilan neto istri…………………….Rp.  40.000.000
Penghasilan usaha salon……………….Rp.  60.000.000 
(Rp. 200.000.000 x 30%)
Total penghasilan neto………………......Rp. 160.000.000
-       PTKP (K/I/1)…………………………..…....Rp. 34.320.000
-       Penghasilan Kena Pajak………………..Rp. 125.680.000
-       Pajak terutang :
-       5%   x Rp. 50.000.000 =Rp.   2.500.000
-       15% x Rp. 75.680.000 =Rp. 11.352.000..Rp. 13.852.000

-       Pajak yang telah dipotong………………...Rp.  3.284.000
-       Pajak Kurang Bayar……………………......Rp.10.568.000
-       PPh Pasal 25………………………………                     0
-       Pajak yg masih harus dibayar……….…..Rp.10.568.000

3.    ANALISA TAX PLANNING
Melihat beberapa contoh di atas, dapat dikatakan bahwa timbulnya kurang bayar pajak pada penghitungan tahunan sangatlah besar sehubungan adanya ketentuan penggabungan penghitungan penghasilan neto suami dan istri dengan beberapa kondisi.
Apabila dalam sebuah keluarga dengan kondisi istri hanya bekerja di 1 perusahaan saja dan melihat ketentuan bahwa ikut NPWP suami, penghitungannya dianggap Final, maka untuk mencegah timbulnya kurang bayar akibat penggabungan penghitungan tersebut, alangkah baiknya sang istri ikut NPWP suami dari pada memiliki NPWP sendiri.
Hal ini perlu ditegaskan oleh penulis, mengingat banyaknya kondisi seperti ini di masyarakat kita dan apabila istri telah ber-NPWP maka sebaiknya segera dibuatkan surat permohonan pencabutan dengan pertimbangan ikut NPWP suami.
Di lain pihak, apabila kondisi sebuah keluarga dimana istri bekerja lebih dari satu perusahaan atau mempunyai kegiatan usaha/pekerjaan bebas, maka istri memiliki NPWP sendiri maupun ikut NPWP suami merupakan opsi yang sama. Namun di masyarakat, untuk istri yang memiliki NPWP sendiri, sering kita temui bahwa keluarga yang tidak mengadakan perjanjian pisah harta dan penghasilan mengalami kesulitan dalam pelaporan harta di SPT masing-masing, mengingat pengeluaran keluarga masih campur aduk antara suami dan istri. Misalnya istri yang memperoleh penghasilan di suatu tahun pajak sebesar Rp. 40.000.000,- namun membeli harta berupa kendaraan seharga Rp. 60.000.000,- yang sebagian uangnya dibantu oleh suami, akan menjadi bahan pertanyaan petugas pajak bahwa apakah wajar dengan penghasilan sebesar Rp. 40.000.000,- mampu membeli kendaraan sebesar Rp. 60.000.000,-. Memang hal itu akan dapat dijelaskan secara detail apabila pencatatan suami maupun istri dilakukan dengan benar, namun alangkah lebih praktisnya apabila pelaporan harta itu digabungkan di dalam 1 SPT melalui mekanisme istri ikut NPWP suami.

Demikianlah uraian yang penulis coba angkat, mengingat hal ini sering terjadi di masyarakat dan diharapkan dapat menjadi panduan dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan di masyarakat.

Kamis, 07 April 2011

detikfinance : Pemegang NPWP Capai 19 Juta

SEKILAS INFO PAJAK :


Pemegang NPWP Capai 19 Juta

detikfinance - Pemegang NPWP orang pribadi per 28 Februari 2011 telah mencapai 17.112.405. Secara total pemegang NPWP termasuk badan usaha hampir mendekati 20 juta yakni tepatnya 19.410.178. ... (Read more..)



detikfinance : SPT Naik, Diklaim Masyarakat Sudah Percaya Aparat Pajak

SEKILAS INFO PAJAK:


SPT Naik, Diklaim Masyarakat Sudah Percaya Aparat Pajak

detikfinance - Ditjen Pajak mengklaim kepercayaan masyarakat terhadap aparat pajak sudah meningkat. Hal ini ditandai meningkatnya laporan SPT tahunan PPh orang pribadi dan badan 2010. ... (Read more..)



Rabu, 06 April 2011

SOPINDO APRIL 2011: SEKILAS TENTANG NOMOR POKOK WAJIB PAJAK ( NPWP )



APA ITU NPWP?
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Sederhananya, kalau kita ingin lapor pajak ya mesti punya NPWP terlebih dahulu
.
TERUS, WAJIB PAJAK ITU SIAPA?
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan (PT, CV, yayasan, dll) meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan perpajakan.
Sederhananya, misalnya kita sebagai pembayar pajak, perusahaan yang memotong gaji kita, atau bendahara pemerintah yang memungut pajak penghasilan Psl 22, yang telah memenuhi ketentuan dan ber-NPWP dapat disebut Wajib Pajak.

SIAPA SAJA YANG DIMAKSUD ORANG PRIBADI YANG WAJIB BER-NPWP?
1. Orang yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
Maksudnya orang yang punya usaha sendiri misalnya usaha toko dan orang yang menjalankan ‘pekerjaan bebas’ merupakan orang yang bekerja berdasarkan keahlian tertentu yang tidak terikat dengan suatu lembaga/perusahaan misalnya pengacara, konsultan, akuntan dll.
2. Orang pribadi yang memperoleh penghasilan selain poin 1 di atas yang melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun adalah :
- Wajib Pajak sendiri………………............................Rp. 15.840.000,-
- Wajib Pajak kawin..........................…................…Rp. 17.160.000,-
- Wajib Pajak kawin & punya 1 tanggungan........Rp. 18.480.000,-
- Wajib Pajak kawin & punya 2 tanggungan........Rp. 19.800.000,-
- Wajib Pajak kawin & punya 3 tanggungan........Rp. 21.120.000,-
Misalnya, Budi (status Wajib Pajak sendiri) karyawan di PT. A mendapat penghasilansetiap bulannya Rp. 2jt atau setahun Rp. 24jt, maka Budi wajib ber-NPWP.

CARA MENDAPATKAN NPWP?
Pendaftaran NPWP dapat dilakukan dengan cara:
1. membuka situs Direktorat Jenderal Pajak, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- cari situs Direktorat Jenderal Pajak di Internet dengan alamat www.pajak.go.id
- Selanjutnya anda memilih menu e-reg (electronic registeration)
- Pilih menu “buat account baru” dan isilah kolom sesuai yang diminta
- Setelah itu anda akan masuk ke menu “Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi”. Isilah sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang anda miliki.
- Anda akan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Sementara yang berlaku selama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran dilakukan. Cetak SKT Sementara tersebut sebegai bukti anda sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak
- Tanda tangani formulir registrasi, kemudian dapat dikirimkan/disampaikan langsung bersama SKT Sementara ke Kantor Pelayanan Pajak seperti tertera pada SKT Sementara tersebut. Setelah itu Wajib Pajak akan menerima kartu NPWP dan SKT Asli.
2. Pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan dengan cara langsung mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dari Wajib Pajak (sesuai KTP Wajib Pajak bertempat tinggal), serta dapat mendatangi Pojok Pajak yang terdapat di tempat keramaian seperti mall, gedung perkantoran dll.

APA SAJA SYARAT MEMILIKI NPWP?
Cukup hanya mengisi formulir dan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau paspor bagi orang asing. Kalau kita mendaftar langsung mendatangi Kantor Pajak, dapat ditunggu karena pelayanannya selesai pada hari pendaftaran itu juga.

APAKAH PEMBUATAN NPWP DIPUNGUT BIAYA?
Tidak sama sekali. Pembuatan NPWP dan semua pelayanan di Kantor Pelayanan Pajak tanpa dipungut biaya atau GRATIS.

APA MANFAAT NPWP?
1. Kemudahan pengurusan administrasi dalam hal:
a. Pengajuan kredit bank
b. Pembuatan rekening Koran di bank
c. Pengajuan SIUP/TDP
d. Pembayaran Pajak Final (PPh Final, PPN dan BPHTB, dll)
e. Pembuatan Paspor
f. Mengikuti lelang di instansi Pemerintah, BUMN dan BUMD
2. Kemudahan pelayanan perpajakan dalam hal:
a. Pengembalian pajak
b. Pengurangan pembayaran pajak
c. Penyetoran dan pelaporan pajak

APA NPWP DAPAT DIHAPUSKAN?
NPWp dapat dihapuskan, hanya apabila Wajib Pajak tersebut sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Misalnya Wajib Pajak meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan atau meninggalkan warisan tetapi sudah terbagi habis kepada ahli warisnya. Contoh lain adalah Wajib Pajak yang tidak lagi memperoleh penghasilan atau memperoleh penghasilan tetapi dibawah PTKP dan Wajib Pajak orang asing yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

LALU APA SANKSI BAGI ORANG YANG TIDAK BER-NPWP?
Atas penghasilan yang dipotong oleh pemberi kerja (perusahaan) dikenakan tarif 20% lebih tinggi dari tariff normal. Misalnya penghasilan yang dikenakan tarif normal 5% maka akan dikenakan tarif sebesar 5% X 120% menjadi 6%.
Bagi orang pribadi yang dengan sengaja tidak ber-NPWP dan ada kerugian Negara atas tindakannya maka akan dikenakan pasal pidana.