Sebagaimana kita ketahui bahwa system
pemungutan pajak di Indonesia menerapkan system Self Assestment yang memberikan
kepercayaan penuh kepada masyarakat untuk menghitung, menyetor dan melaporkan
pajaknya sendiri. Atas penerapan system inilah sehingga timbul di masyarakat
adanya upaya untuk meminimalisir pembayaran pajak yang penulis bagi menjadi 2
(dua) kriteria yakni penghindaran pajak yang berada dalam koridor peraturan
perpajakan yang berlaku (Tax Avoidance) dan penghindaran pajak yang melanggar
peraturan perpajakan atau penggelapan pajak (Tax Avise).
Tentunya kita semua sangat mengharapkan
criteria pertama yakni penghindaran pajak yang sesuai dengan peraturan
perpajakan yang dipakai oleh semua lapisan masyarakat sebagai Wajib Pajak. Nah,
cara untuk meminimalisir pembayaran pajak antara lain adalah membuat
perencanaan pajak yang efektif dan efisien yang salah satunya adalah membuat
strategi perencanaan pajak yang meminimalisir pengenaan sanksi administrasi
perpajakan atau tax penalty.
Atas dasar tersebut, penulis
menyajikan ketentuan perpajakan yang mengatur tentang jangka waktu pembayaran
pajak meupun pelaporannya serta jatuh tempo pelunasan Surat Ketetapan Pajak
atau Surat Tagihan Pajak. Dengan kita menyetor dan melaporkan pajak serta
melunasi ketetapan pajak secara tepat waktu, maka sanksi dan bahkan tindakan
penagihan pajak berupa surat paksa sampai dengan penyitaan akan dapat
dihindari.
I.
DASAR
HUKUM
a. UU
No. 6 Tahun 1983 stdtd UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (UU KUP);
b. Peraturan
Menteri Keuangan No. PMK-80/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010;
c. Peraturan
Menteri Keuangan No. PMK-187/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007.
II.
JANGKA
WAKTU PEMBAYARAN PAJAK
1) Kewajiban
Pajak Tahunan Orang Pribadi atau Badan
Sesuai dengan UU
KUP Pasal 9 ayat (2) disebutkan bahwa Kekurangan pembayaran pajak yang terutang
berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas
sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan.
2) Kewajiban
Pajak Masa
a)
Sesuai dengan Pasal 2 PMK-80/PMK.03/2010
disebutkan bahwa:
a.
PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong
Pajak Penghasilan harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
b.
PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak harus disetor paling lamatanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
c.
PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh
harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.
d.
PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri harus
disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
e.
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh
harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.
f.
PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh
Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
g.
PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal
15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
h.
PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor
harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea
Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor
harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.
i.
PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor
yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, harus disetor dalam
jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.
j.
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara harus
disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan
barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara.
k.
PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak,
gas, dan pelumas kepada penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh Wajib
Pajak badan yang bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan
pelumas, harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
l.
PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh
Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak harus disetor paling lama
tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
m.
PPN yang terutang atas kegiatan membangun
sendiri harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan
membangun sendiri paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir.
n.
PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena
Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus
disetor oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak
berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, paling lama tanggal
15 (lima belas) bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
o.
PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya
dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran sebagai Pemungut PPN, harus disetor paling
lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
p.
PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya
dilakukan oleh Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut
PPN, harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada
Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara.
q.
PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya
dilakukan oleh Pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah yang ditunjuk, harus
disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
r.
PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan
beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling
lama pada akhir Masa Pajak terakhir.
s.
Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib
Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b)
Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu Surat
Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak.
b)
Sesuai dengan Pasal 2 PMK-80/PMK.03/2010
disebutkan bahwa PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak
harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan.
III.
JANGKA
WAKTU PELAPORAN PAJAK (SPT)
1) Sesuai
UU KUP Pasal 3 ayat (3) disebutkan bahwa Batas waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan adalah:
a.
untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi,
paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak
b.
untuk
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4
(empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
2) Sesuai
Pasal 7 PMK-80/PMK.03/2010 dinyatakan bahwa:
a.
Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang
melakukan pembayaran pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau
Pemungut PPh, seperti PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 4 ayat (2) Final, PPh Pasal
15, PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 25, PPh Pasal 22 sesuai angka 2. 2). a).k &
l di atas, wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
b.
Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN atau
PPN dan PPnBM yang telah disetor sebagaimana dimaksud angka 2.2).a).m & n
serta angka 2.2).b) di atas, dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, paling lama akhir bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir.
c.
Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha
Kena Pajak wajib melaporkan PPN yang telah disetor atas Kegiatan Membangun
Sendiri dengan menggunakan lembar ketiga Surat
Setoran Pajak ke KPP yang wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut,
paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
d.
Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha
Kena Pajak wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetor atas
pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke KPP yang wilayahnya meliputi tempat tinggal
orang pribadi atau tempat kedudukan badan tersebut, paling lama akhir bulan
berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
e.
Pemungut Pajak (PPh Pasal 22, PPN & PPnBM) yakni
Direktorat Bea dan Cukai wajib melaporkan hasil pemungutannya secara mingguan
paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya.
f.
Pemungut PPh Pasal 22 yakni Bendahara Pemerintah
wajib melaporkan hasil pemungutannya paling lama 14 (empat belas) hari setelah
Masa Pajak berakhir.
g.
Pemungut PPN (bendahara pengeluaran & selain
bendahara pemerintah) wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah
disetor ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemungut PPN terdaftar paling lama
akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
h.
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu (PPh Pasal
25 & PPh Masa lainnya) yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat
Pemberitahuan Masa, wajib menyampaikan
Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya Masa
Pajak terakhir.
IV.
JATUH
TEMPO PELUNASAN SURAT KETETAPAN PAJAK (SKP) & SURAT TAGIHAN PAJAK (STP)
Jangka waktu pelunasan Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
serta Surat keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,
dan Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah, paling lama 1 (satu) bulan
sejak tanggal penerbitan.
Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak didaerah
tertentu, jangka waktu pelunasan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua)
bulan sejak tanggal penerbitan.
Wajib Pajak usaha kecil sebagaimana dimaksud di atas
terdiri dari Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan.
Wajib Pajak orang pribadi usaha kecil harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri; dan
2) menerima
atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau menerima penerimaan bruto
dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp
600.000.000,00.
Wajib Pajak badan usaha kecil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) modal
Wajib Pajak badan 100% (seratus persen) dimiliki oleh Warga Negara Indonesia;
2) menerima
atau memperoleh peredaran usaha dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp
900.000.000,00.
V.
SANKSI
ADMINISTRASI TERKAIT PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PAJAK
1) Sanksi
Tidak atau Terlambat Lapor SPT
Sesuai Pasal 7
UU KUP, disebutkan bahwa apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam
jangka waktu yang telah ditentukan, dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar:
a)
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk
SPT Masa PPN
b)
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT
Masa lainnya
c)
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT
Tahunan PPh Wajib Pajak badan
d)
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT
Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi.
2)
Sanksi Tidak atau Terlambat membayar pajak
1. Terlambat
membayar pajak masa
Pasal 9 ayat (2a) UU KUP menyatakan
bahwa pembayaran atau penyetoran pajak masa yang dilakukan setelah tanggal
jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran,
dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
2. Terlambat
membayar pajak tahunan
Pasal 9 ayat (2b) UU KUP menyatakan
bahwa atas pembayaran atau penyetoran pajak tahunan yang dilakukan setelah
tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per
bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT
Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh
1 (satu) bulan.
3. Tidak/kurang
membayar pajak masa/tahunan
membayar Sesuai Pasal 14 ayat (3) UU
KUP disebutkan bahwa Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan
Pajak karena tidak atau terlambat membayar pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan,
dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai
dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.
3)
Sanksi Tidak atau Terlambat melunasi Ketetapan
Pajak
Sesuai
Pasal 19 UU KUP, dinyatakan bahwa apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), serta Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan
Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar
bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan
tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian
dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
VI.
PENUTUP
Demikian sedikit pemaparan penulis
tentang jangka waktu pembayaran dan pelaporan pajak serta jatuh tempo pelunasan
ketetapan pajak. Semoga dapat bermanfaat bagi pelaksanaan kewajiban perpajakan
kita semua dan dengan informasi mengenai ketentuan perpajakan ini dapat
mengurangi besarnya sanksi administrasi dalam hal perpajakan sebagai salah satu
cara perencanaan pajak yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar