SOLUSI PAJAK INDONESIA ( SOPINDO)

SOLUSI PAJAK INDONESIA ( SOPINDO) :
HADIR DI INDONESIA UNTUK MEMBERIKAN INFORMASI DAN SOLUSI PERPAJAKAN BAGI SELURUH LAPISAN MASYARAKAT

Jumat, 20 Juli 2012

JANGKA WAKTU PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PAJAK SERTA PELUNASAN KETETAPAN PAJAK


Sebagaimana kita ketahui bahwa system pemungutan pajak di Indonesia menerapkan system Self Assestment yang memberikan kepercayaan penuh kepada masyarakat untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri. Atas penerapan system inilah sehingga timbul di masyarakat adanya upaya untuk meminimalisir pembayaran pajak yang penulis bagi menjadi 2 (dua) kriteria yakni penghindaran pajak yang berada dalam koridor peraturan perpajakan yang berlaku (Tax Avoidance) dan penghindaran pajak yang melanggar peraturan perpajakan atau penggelapan pajak (Tax Avise).
Tentunya kita semua sangat mengharapkan criteria pertama yakni penghindaran pajak yang sesuai dengan peraturan perpajakan yang dipakai oleh semua lapisan masyarakat sebagai Wajib Pajak. Nah, cara untuk meminimalisir pembayaran pajak antara lain adalah membuat perencanaan pajak yang efektif dan efisien yang salah satunya adalah membuat strategi perencanaan pajak yang meminimalisir pengenaan sanksi administrasi perpajakan atau tax penalty.
Atas dasar tersebut, penulis menyajikan ketentuan perpajakan yang mengatur tentang jangka waktu pembayaran pajak meupun pelaporannya serta jatuh tempo pelunasan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak. Dengan kita menyetor dan melaporkan pajak serta melunasi ketetapan pajak secara tepat waktu, maka sanksi dan bahkan tindakan penagihan pajak berupa surat paksa sampai dengan penyitaan akan dapat dihindari.

I.            DASAR HUKUM
a.      UU No. 6 Tahun 1983 stdtd UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP);
b.      Peraturan Menteri Keuangan No. PMK-80/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010;
c.       Peraturan Menteri Keuangan No. PMK-187/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007.

II.            JANGKA WAKTU PEMBAYARAN PAJAK
1)      Kewajiban Pajak Tahunan Orang Pribadi atau Badan
Sesuai dengan UU KUP Pasal 9 ayat (2) disebutkan bahwa Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan.
2)      Kewajiban Pajak Masa
a)      Sesuai dengan Pasal 2 PMK-80/PMK.03/2010 disebutkan bahwa:
a.       PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
b.      PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus disetor paling lamatanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
c.       PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
d.      PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
e.      PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
f.        PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
g.       PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
h.      PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.
i.         PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.
j.        PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara.
k.       PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh Wajib Pajak badan yang bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
l.         PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
m.    PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
n.      PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
o.      PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran sebagai Pemungut PPN, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
p.      PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN, harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
q.      PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah yang ditunjuk, harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
r.        PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir.
s.       Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama sesuai dengan batas waktu       untuk masing-masing jenis pajak.

b)      Sesuai dengan Pasal 2 PMK-80/PMK.03/2010 disebutkan bahwa PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan.

III.            JANGKA WAKTU PELAPORAN PAJAK (SPT)
1)      Sesuai UU KUP Pasal 3 ayat (3) disebutkan bahwa Batas  waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan adalah:
a.       untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak
b.      untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
2)      Sesuai Pasal 7 PMK-80/PMK.03/2010 dinyatakan bahwa:
a.       Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh, seperti PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 4 ayat (2) Final, PPh Pasal 15, PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 25, PPh Pasal 22 sesuai angka 2. 2). a).k & l di atas, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
b.      Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah disetor sebagaimana dimaksud angka 2.2).a).m & n serta angka 2.2).b) di atas, dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
c.       Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN yang telah disetor atas Kegiatan Membangun Sendiri dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke KPP yang wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut, paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
d.      Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetor atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke KPP yang wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan tersebut, paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
e.      Pemungut Pajak (PPh Pasal 22, PPN & PPnBM) yakni Direktorat Bea dan Cukai wajib melaporkan hasil pemungutannya secara mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya.
f.        Pemungut PPh Pasal 22 yakni Bendahara Pemerintah wajib melaporkan hasil pemungutannya paling lama 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir.
g.       Pemungut PPN (bendahara pengeluaran & selain bendahara pemerintah) wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah disetor ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemungut PPN terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
h.      Wajib Pajak dengan kriteria tertentu (PPh Pasal 25 & PPh Masa lainnya) yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, wajib            menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir.

IV.            JATUH TEMPO PELUNASAN SURAT KETETAPAN PAJAK (SKP) & SURAT TAGIHAN PAJAK (STP)
Jangka waktu pelunasan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan.
Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak didaerah tertentu, jangka waktu pelunasan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal penerbitan.
Wajib Pajak usaha kecil sebagaimana dimaksud di atas terdiri dari Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan.

Wajib Pajak orang pribadi usaha kecil harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1)      Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri; dan
2)      menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau menerima penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp 600.000.000,00.

Wajib Pajak badan usaha kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1)      modal Wajib Pajak badan 100% (seratus persen) dimiliki oleh Warga Negara Indonesia;
2)      menerima atau memperoleh peredaran usaha dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp 900.000.000,00.

V.            SANKSI ADMINISTRASI TERKAIT PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PAJAK
1)      Sanksi Tidak atau Terlambat Lapor SPT
Sesuai Pasal 7 UU KUP, disebutkan bahwa apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:
a)      Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN
b)      Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya
c)       Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak badan
d)      Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi.

2)      Sanksi Tidak atau Terlambat membayar pajak
1.       Terlambat membayar pajak masa
Pasal 9 ayat (2a) UU KUP menyatakan bahwa pembayaran atau penyetoran pajak masa yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
2.       Terlambat membayar pajak tahunan
Pasal 9 ayat (2b) UU KUP menyatakan bahwa atas pembayaran atau penyetoran pajak tahunan yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
3.       Tidak/kurang membayar pajak masa/tahunan
membayar Sesuai Pasal 14 ayat (3) UU KUP disebutkan bahwa Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena tidak atau terlambat membayar pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.

3)      Sanksi Tidak atau Terlambat melunasi Ketetapan Pajak
Sesuai Pasal 19 UU KUP, dinyatakan bahwa apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

VI.            PENUTUP
Demikian sedikit pemaparan penulis tentang jangka waktu pembayaran dan pelaporan pajak serta jatuh tempo pelunasan ketetapan pajak. Semoga dapat bermanfaat bagi pelaksanaan kewajiban perpajakan kita semua dan dengan informasi mengenai ketentuan perpajakan ini dapat mengurangi besarnya sanksi administrasi dalam hal perpajakan sebagai salah satu cara perencanaan pajak yang baik.

Tidak ada komentar: