SOLUSI PAJAK INDONESIA ( SOPINDO)

SOLUSI PAJAK INDONESIA ( SOPINDO) :
HADIR DI INDONESIA UNTUK MEMBERIKAN INFORMASI DAN SOLUSI PERPAJAKAN BAGI SELURUH LAPISAN MASYARAKAT

Senin, 22 Oktober 2012

SOLUSI PAJAK INDONESIA ( SOPINDO) HADIR DI INDONESIA UNTUK MEMBERIKAN INFORMASI DAN SOLUSI PERPAJAKAN BAGI SELURUH LAPISAN MASYARAKAT

Jumat, 12 Oktober 2012

KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM APABILA SUATU KETETAPAN PAJAK SALAH TANPA DILAKUKAN PEMBETULAN


KETENTUAN FORMAL :

1.       Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Penjelasannya;
2.       Pasal 31 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
3.       Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
4.       Pasal 53 ayat (1) dan (2) huruf b Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

PEMBAHASAN

Dasar utama pertimbangan diberlakukannya perundang-undangan perpajakan dan dilakukannya perubahan atas perundang-undangan tersebut adalah dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak serta untuk lebih memberikan kepastian hukum. Atas dasar hal tersebut, apabila terjadi kesalahan dalam menerbitkan ketetapan pajak yang bersifat salah tulis, salah hitung dan kekeliruan penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang tidak mengandung persengketaan antara fiskus dengan Wajib Pajak, tanpa ada tindak lanjut pembetulan oleh fiskus itu sendiri, maka atas ketetapan pajak tersebut dapat dinyatakan batal atau tidak sah dengan dasar pertimbangan sebagai berikut :
1.       Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dinyatakan bahwa :
Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Direktur Jenderal Pajak dapat membetulkan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penjelasan:
Pembetulan menurut ayat ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan yang baik sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi perlu dibetulkan sebagaimana mestinya. Sifat kesalahan atau kekeliruan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak.
Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa dalam suatu proses pelaksanaan administrasi negara dalam hal ini penerbitan ketetapan pajak, adalah suatu yang dapat dimaklumi apabila terdapat kesalahan dalam penerbitannya, namun menjadi kewajiban fiskus untuk membetulkannya sesegera mungkin dan poin penting yang perlu penekanan adalah adanya maksud pembetulan itu sendiri dalam rangka menjalankan pemerintahan yang baik yang mengandung arti bahwa aparat pemerintah dalam hal ini fiskus dituntut untuk memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak dengan menerbitkan suatu ketetapan pajak yang benar dan apabila aturan ini tidak dimanfaatkan oleh fiskus maka akan memberikan konsekuensi bahwa ketetapan pajak itu dinyatakan batal atau tidak sah.

2.       Upaya hukum yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperoleh keadilan dan kepastian hukum atas ketetapan pajak yang salah ini adalah dengan mengajukan banding atau gugatan ke Pengadilan Pajak. Berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dinyatakan bahwa:

Ayat (1) :
Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak.
Ayat (2) :
Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3) :
Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Upaya Banding dapat dilakukan bersamaan dengan adanya sengketa pajak material sebagai akibat penetapan suatu Surat Ketetapan Pajak sampai diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, namun dalam sidang untuk pengujian aspek formal, apabila terdapat ketentuan formal yang tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku seperti kesalahan penerbitan ketetapan pajak yang tidak dilakukan pembetulan, maka hakim dapat memutuskan bahwa atas ketetapan pajak tersebut dinyatakan batal atau tidak sah tanpa harus melakukan pemeriksaan dan pembuktian secara material.
Dan apabila Wajib Pajak mengetahui sedari awal penerbitan ketetapan pajak sampai dilakukan upaya hukum keberatan atau pengajuan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menghasilkan suatu keputusan tanpa membetulkan terlebih dahulu ketetapan pajaknya tersebut, maka Wajib Pajak dapat langsung mengajukan gugatan ke pengadilan pajak dan dapat diputuskan bahwa atas ketetapan pajak tersebut dinyatakan batal atau tidak sah.

3.       Pertimbangan hukum pengambilan kedua ketentuan hukum di atas adalah ketetapan pajak yang diterbitkan oleh fiskus merupakan produk hukum administrasi atau tata usaha negara berdasarkan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menyatakan bahwa :

Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara.

4.       Ditambahkan pula bahwa sebagai produk hukum tata usaha negara dan tidak diaturnya ketentuan khusus dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka dasar pertimbangan hukum terkait masalah ini adalah Pasal 53 ayat (1) dan (2) huruf b Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang menyatakan bahwa :

Ayat (1) :
Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.

Ayat (2)huruf b :
Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah antara lain Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Penjelasan Pasal (2) huruf b :
Y a n g dimaksud dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik adalah meliputi asas:
- kepastian hukum;
- tertib penyelenggaraan negara;
- keterbukaan;
- proporsionalitas;
- profesionalitas;
- akuntabilitas,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Disinilah kaitannya Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan ketentuan di atas dimana ada faktor tugas pemerintahan yang baik yang disebutkan sebagai ’bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik’. Penulis lebih menekankan pada adanya asas profesionalitas dan akuntabilitas yang mengandung arti yakni asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sedangkan asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

5.       Berdasarkan hal tersebut dapat ditegaskan bahwa penerbitan suatu ketetapan pajak yang dilakukan oleh fiskus harus benar dengan dilandasi oleh asas-asas umum pemerintahan yang baik dan apabila aturan mengenai pembetulan ketetapan pajak tidak dimanfaatkan oleh fiskus maka akan memberikan konsekuensi bahwa ketetapan pajak itu dinyatakan batal atau tidak sah.

KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM PEMBATASAN PENGAJUAN GUGATAN SESUAI PASAL 37 PERATURAN PEMERINTAH NO 74 TH 2011


DASAR HUKUM :

1.       Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
2.       Pasal 48 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Penjelasannya;
3.       Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
4.       Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
5.       Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan penjelasannya;
6.       Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

URAIAN PEMBAHASAN

Dasar utama pertimbangan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak atas Surat Keputusan selain Surat Ketetapan Pajak dan Surat Keputusan Keberatan yang tidak sesuai prosedur adalah karena di Indonesia yang merupakan negara hukum memberikan kesempatan yang sama bagi warga negaranya untuk mendapatkan keadilan di depan hukum.
Secara khusus juga didasari atas Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menyatakan bahwa:
Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26.
Ini mengandung pengertian bahwa segala keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Wajib Pajak selain keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan penagihan dan penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Keputusan Keberatan, dapat diajukan gugatan oleh Wajib Pajak.
Berkaitan dengan pendapat bahwa pengajuan gugatan atas keputusan tersebut di atas tidak diperkenankan berdasarkan Pasal 37 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa :
Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan yang diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang meliputi keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak selain:
a.        Surat ketetapan pajak yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan;
b.        Surat Keputusan Pembetulan;
c.        Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan;
d.       Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
e.        Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
f.         Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak;
g.       Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; dan
h.       Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
penulis berpendapat bahwa fungsi Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 sebagai aturan pelaksanaan dari Undang-Undang tidak dapat dikatakan untuk menjalankan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana mestinya, dengan dasar pertimbangan sebagai berikut :
1.       Dasar pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 adalah Pasal 48 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menyatakan bahwa :
 
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasannya :
Untuk menampung hal-hal yang belum cukup diatur mengenai tata cara atau kelengkapan yang materinya sudah dicantumkan dalam Undang-undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Dengan demikian lebih mudah mengadakan penyesuaian pelaksanaan Undang-undang ini dan tata cara yang diperlukan.
Secara filosofi mengandung arti bahwa apabila terdapat hal-hal yang belum cukup di atur dalam Undang-Undang maka akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan maksud ’hal-hal’ dalam pasal ini adalah tata cara atau kelengkapan yang materinya sudah dicantumkan dalam Undang-Undang. Jadi materi yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang, maka akan diatur lebih detail dalam Peraturan Pemerintah dan bukan malah membatasi kembali materi yang sudah diatur dalam Undang-Undang.
Konsekuensinya adalah : 

1.  Dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sudah jelas mengatur tentang materi yang dapat diajukan gugatan di pengadilan pajak adalah selain keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan penagihan dan penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Keputusan Keberatan;
·         Secara umum sesuai dengan tujuan diberlakukannya peraturan perundang-undangan perpajakan maka memiliki konsekuensi bahwa upaya untuk mendapatkan keadilan bagi Wajib Pajak di depan hukum tidak dapat dibatasi seperti yang diatur dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tersebut.
2.       Hak Wajib Pajak dalam mendapatkan keadilan hukum melalui gugatan ke pengadilan pajak sehubungan surat keputusan pengurangan/pengapusan sanksi administrasi ini juga diatur jelas dalam Pasal  31 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa :
Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

3.       Untuk menambahkan dasar pertimbangan, penulis menyertakan aturan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yakni :
Pasal 1 angka 5 :
Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundangundangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Pasal 12 :
Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Penjelasannya:
Yang dimaksud dengan “menjalankan Undang-Undang sebagaimanamestinya” adalah penetapan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan perintah Undang-Undang atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan.

Berdasarkan hal tersebut, penulis berpendapat bahwa Peraturan Pemerintah dalam struktur peraturan perundang-undangan kita dibuat sepanjang diperlukan untuk menjalankan Undang-Undang dan tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan dan kalau kita kaitkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 yang merupakan aturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, maka dapat disimpulkan bahwa dasar pembatasan pengajuan gugatan pada Pasal 37 sangat menyimpang dari materi yang diatur dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sttd Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

4.       Berdasarkan hal tersebut dapat ditegaskan bahwa pengajuan gugatan sehubungan dengan keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP seperti Surat Keputusan Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi yang penulis sampaikan telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.